1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu pusat keaneka-ragaman hayati terpenting di dunia dengan tingkat endemisme tertinggi. Dengan 25.000 spesies tumbuhan berbunga, Indonesia memiliki 10% dari seluruh spesies tumbuhan berbunga dunia. Selain itu, Indonesia juga memiliki 12% spesies mamalia, 16% spesies reptilia, dan 16% spesies burung. Sementara itu di perairan, kurang lebih 25% spesies ikan dunia ada di Indonesia. Semua kekayaan alam dan hayati tersebut merupakan aset yang tak ternilai. Kekayaan daratan dan perairan baik perairan darat maupun perairan laut ini sudah selayaknya dilestarikan. Pelestarian alam dan sumber daya hayati ini secara berkelanjutan dalam jangka panjang sangat penting, karena kelestarian hidup di masa depan bergantung pada kelestarian alam dan lingkungan.

Sehubungan dengan upaya-upaya pelestarian itu, Pemerintah Republik Indonesia telah melakukan berbagai upaya guna melindungi kekayaan alam yang luar biasa ini melalui berbagai kebijakan dan kerja sama dengan berbagai kelompok masyarakat, baik nasional maupun internasional. Pemerintah telah menetapkan 179 wilayah sebagai cagar alam dan daerah konservasi, antara lain: 40 di Pulau Jawa dan Bali, 29 di Sumatera, 16 di Kalimantan, 23 di Sulawesi, 31 di Nusa Tenggara,16 di Maluku dan 18 di Irian Jaya. Berbagai upaya pelestarian keanekaragaman hayati ini bukan tanpa hambatan. Kerusakan lingkungan baik yang disengaja atau tidak disengaja masih terjadi dan cenderung mengalami peningkatan. Penambangan tak terkendali, penebangan dan kebakaran hutan, alih fungsi lahan yang kurang tepat, pencemaran dan sebab-sebab lain menjadi pendorong semakin cepatnya kerusakan alam dan kekayaan hayati.

Upaya-upaya Pemerintah dalam pelestarian dan pengembangan sumber daya alam ini tentu harus didukung oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah Daerah yang di era otonomi daerah memiliki peranan yang lebih besar dalam upaya-upaya pelestarian kekayaan hayati ini harus lebih banyak lagi melibatkan partisipasi masyarakat daerahnya. Hal ini karena perencanaan pembangunan daerah perlu dilakukan secara terintegrasi pada semua sektor, sehingga diperoleh manfaat yang lebih besar dari berbagai potensi ekonomi daerah. Selain itu, perencanaan yang terintegrasi juga akan mengurangi dampak-dampak yang tidak diharapkan baik pada saat ini maupun yang akan datang.

Sementara itu, pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting dan strategis di masa depan. Identifikasi dan perencanaan pengembangan industri pariwisata perlu dilakukan secara lebih rinci dan matang. Pengembangan industri pariwisata ini diharapkan juga mampu menunjang upaya-upaya pelestarian alam, kekayaan hayati dan kekayaan budaya bangsa. Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya-upaya pelestarian tersebut.

Pemanfaatan potensi sumber daya alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif. Kecenderungan ini perlu segera dibenahi salah satunya melalui pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan kekayaan alam dan hayati berbasis pada pengembangan kawasan secara terpadu. Potensi wisata alam, baik alami maupun buatan, belum dikembangkan secara baik dan menjadi andalan. Banyak potensi alam yang belum tergarap secara optimal. Pengembangan kawasan wisata alam dan agro mampu memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerah, membuka peluang usaha dan kesempatan kerja serta sekaligus berfungsi menjaga dan melestarikan kekayaaan alam dan hayati. Apalagi kebutuhan pasar wisata agro dan alam cukup besar dan menunjukkan peningkatan di seluruh dunia. Sekitar 52% aset wisata Indonesia sebenarnya berupa sumber daya alam. Australia memiliki 55% aset wisata yang juga merupakan jenis wisata alam. Tercatat lebih dari 29 juta penduduk Amerika melakukan sejumlah 310 juta perjalanan yang dimotivasi oleh wisata alam.

Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya alam berlimpah, pengembangan industri agrowisata seharusnya memegang peranan penting di masa depan. Pengembangan industri ini akan berdampak sangat luas dan signifikan dalam pengembangan ekonomi dan upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Melalui perencanaan dan pengembangan yang tepat, agrowisata dapat menjadi salah satu sektor penting dalam ekonomi daerah.

Pengembangan industri pariwisata khususnya agrowisata memerlukan kreativitas dan inovasi, kerjasama dan koordinasi serta promosi dan pemasaran  yang baik. Pengembangan agrowisata berbasis kawasan berarti juga adanya keterlibatan unsur-unsur wilayah dan masyarakat secara intensif.

2.   Pengertian Kawasan Agrowisata

Agrowisata memiliki pengertian yang sangat luas, dalam banyak hal sering kali berisikan dengan ekowisata. Ekowisata dan agrowisata memiliki banyak persamaan, terutama karena keduanya berbasis pada sumber daya alam dan lingkungan. Di beberapa negara agrowisata dan ekowisata dikelompokkan dalam satu pengertian dan kegiatan yang sama, agrowisata merupakan bagian dari ekowisata. Untuk itu, diperlukan kesamaan pandangan dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata dan ekowisata. Sedikit perbedaan antara agrowisata dan ekowisata dapat dilihat pada definisi dibawah ini.

EKOWISATA atau ecotourism merupakan pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada usaha-usaha pelestarian alam atau konservasi. Beberapa contoh ekowisata adalah Taman Nasional, Cagar Alam, Kawasan Hutan Lindung, Cagar Terumbu Karang, Bumi Perkemahan dan sebagainya.

AGROWISATA, menurut Moh. Reza T. dan Lisdiana F, adalah objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata atau agrotourism dapat diartikan juga seabagai pengembangan industri wisata alam yang bertumpu pada pembudidayaan kekayaan alam. Industri ini mengandalkan pada kemampuan budidaya baik pertanian, peternakan, perikanan atau pun kehutanan. Dengan demikian agrowisata tidak sekedar mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan baik darat maupun laut.

Baik agrowisata yang berbasis budidaya, maupun ekowisata yang bertumpu pada upaya-upaya konservasi, keduanya berorientasi pada pelestarian sumber daya alam serta masyarakat dan budaya lokal. Pengembangan agrowisata dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan yang sudah atau akan dibangun seperti kawasan agropolitan, kawasan usaha ternak maupun kawasan industri perkebunan. Jadi, Pengembangan kawasan agrowisata berarti mengembangkan suatu kawasan yang mengedepankan wisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonominya. Industri wisata ini yang diharapkan mampu menunjang berkembangnya pembangunan agribisnis secara umum.

Kawasan agrowisata sebagai sebuah sistem tidak dibatasi oleh batasan-batasan yang bersifat administratif, tetapi lebih pada skala ekonomi dan ekologi yang melingkupi kawasan agrowisata tersebut. Ini berarti kawasan agrowisata dapat meliputi desa-desa dan kota-kota sekaligus, sesuai dengan pola interaksi ekonomi dan ekologinya. Kawasan-kawasan pedesaan dan daerah pinggiran dapat menjadi kawasan sentra produksi dan lokasi wisata alam, sedangkan daerah perkotaan menjadi kawasan pelayanan wisata, pusat-pusat kerajinan, yang berkaitan dengan penanganan pasca panen, ataupun terminal agribisnis.

Kawasan agrowisata yang dimaksud merupakan kawasan berskala lokal yaitu pada tingkat wilayah Kabupaten/Kota baik dalam konteks interaksi antar kawasan lokal tersebut maupun dalam konteks kewilayahan propinsi atau pun yang lebih tinggi.

2.1. Kriteria Kawasan Agrowisata

Kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-kriteria, karakter dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1)   Memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:

a.   Sub sistem usaha pertanian primer (on farm) yang antara lain terdiri dari pertanian tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan.

b.   Sub sistem industri pertanian yang antara lain terdiri industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor.

c.   Sub sistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri & layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi dan infrastruktur.

2)   Adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor agro.

3)   Adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan. Berbagai kegiatan dan produk wisata dapat dikembangkan secara berkelanjutan.

2.2. Prasyarat Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi beberapa prasyarat dasar antara lain:

1.   Memiliki sumberdaya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang akan dijadikan komoditi unggulan.

2.   Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata, seperti misalnya: jalan, sarana irigasi/pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial lainnya.

3.   Memiliki sumberdaya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agrowisata.

4.   Pengembangan agrowisata tersebut mampu mendukung upaya-upaya konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumberdaya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan.

3.  Tujuan Pengembangan Kawasan Agrowisata

Pariwisata menurut Undang-undang kepariwisataan No. 9 tahun 1990 adalah bahwa penyelenggaraan kepariwisataan adalah memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata; memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan persahabatan antar bangsa; memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja; meningkatkan pendapatan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat; mendayagunakan produksi nasional.

Pariwisata diarahkan sebagai sektor andalan dan unggulan di luar migas diharapkan memberikan kontribusi yang besar peranannya sebagai (1) penghasil devisa negara, (2) mendorong pertumbuhan ekonomi nasional/daerah, (3) pemberdayaan ekonomi masyarakat, (4) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, (5) meningkatkan pemasaran produk nasional, (6) meningkatkan kesejahteraan, (7) memelihara kepribadian bangsa, (8) melestarikan fungsi dan mutu lingkungan hidup.

Sebagai bagian dari pengembangan pariwisata bahwa tujuan pengembangan kawasan agrowisata adalah:

(a) Mendorong tumbuhnya visi jangka panjang pengembangan industri pariwisata, khususnya agrowisata, sebagai salah satu sarana peningkatan ekonomi dan pelestarian sumber daya alam masa depan.

(b) Memberikan kerangka dasar untuk perencanaan dan pengembangan agrowisata secara umum.

(c) Mendorong upaya-upaya untuk pengembangan industri wisata yang terpadu berbasis kawasan dan potensi-potensi kewilayahan, sosial dan budaya daerah.

Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata berbasis kawasan ini ditujukan untuk meningkatkan kegiatan Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat umum, dimana sasaran yang hendak dicapai adalah:

1.   Terwujudnya panduan awal bagi Pemerintah Daerah dalam perencanaan pengembangan kawasan agrowisata;

2.   Terwujudnya pengembangan kawasan agrowisata sebagai bahan masukan kebijakan dan pengembangan kawasan pariwisata di daerah;

3.   Terwujudnya motivasi bagi Pemerintah Daerah dan swasta/masyarakat untuk pengembangan kawasan agrowisata.

4.   Terwujudnya kawasan yang mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di daerah;

5.   Terwujudnya peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan daerah/masyarakat.

4.  Pengembangan Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata ini menuntut pengelolaan ruang (tata ruang) yang lebih menyeluruh baik yang meliputi pengaturan, evaluasi, penertiban maupun peninjauan kembali pemanfaatan ruang sebagai kawasan agrowisata, baik dari sisi ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Penataan kawasan agrowisata ini sangat mungkin beririsan dengan pemanfaatan kawasan lain seperti kawasan pemukiman atau kawasan industri. Prioritas perlu dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan pendekatan kawasan yang bukan hanya meliputi sisi ekologi, tetapi juga sosial budaya dan ekonomi. Sehingga dalam jangka panjang, bukan hanya pelestarian daya dukung lingkungan saja yang tercapai, tetapi juga pertumbuhan ekonomi yang stabil serta budaya yang lestari.

Pengembangan agrowisata sebagai salah satu sektor pembangunan secara umum menjadi sangat relevan, sesuai dengan potensi daerah masing-masing.

Pengembangan agrowisata berbasis kawasan akan mampu mendorong berbagai sektor lain baik ekonomi, sosial maupun budaya. Dan perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus dilihat dalam bingkai hubungan faktor pemintaaan (demand) dan faktor penawaran (supply factor). Demand Factor adalah profil dan situasi pasar wisata baik internasional maupun domestik, kecenderungan pasar dan sebagainya. Sedangkan supply factor merupakan produk dan layanan wisata yang dikembangkan baik berupa kegiatan, fasilitas maupun aset wisata.

Gambar 1. Hubungan Faktor Permintaan dan Penawaran dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata harus dilakukan secara terintegrasi dengan sektor-sektor terkait seperti pertanian, peternakan, perikanan, pengolahan, perhotelan, biro perjalanan, industri, kesenian dan kebudayaan dan sebagainya dalam bingkai kewilayahan dan keterpaduan pengelolaan kawasan. Agrowisata dapat merupakan pengembangan dari sektor lain yang diharapkan mampu menunjang pengembangan ekonomi secara berkelanjutan, misalnya pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan agropolitan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perkebunan, pengembangan kawasan agrowisata pada tanaman pangan dan hortikultura, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan peternakan, pengembangan kawasan agrowisata pada kawasan perikanan darat dan lain sebagainya.

4.1. Prinsip-prinsip Pengembangan

Perencanaan pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi prinsipprinsip tertentu yaitu:

a.   Pengembangan kawasan agrowisata harus mempertimbangkan penataan dan pengelolaan wilayah dan tata ruang yang berkelanjutan baik dari sisi ekonomi, ekologi maupun sosial budaya setempat.

•     Mempertimbangkan RTRWN yang lebih luas sebagai dasar pengembangan kawasan.

•     Mendorong apresiasi yang lebih baik bagi masyarakat luas tentang pentingnya pelestarian sumber daya alam yang penting dan karakter sosial budaya.

•     Menghargai dan melestarikan keunikan budaya, lokasi dan bangunanbangunan bersejarah maupun tradisional.

b. Pengembangan fasilitas dan layanan wisata yang mampu memberikan kenyamanan pengunjung sekaligus memberikan benefit bagi masyarakat setempat.

•     Memberikan nilai tambah bagi produk-produk lokal dan meningkatkan pendapatan sektor agro.

•     Merangsang tumbuhnya investasi bagi kawasan agrowisata sehingga menghidupkan ekonomi lokal.

•     Merangsang tumbuhnya lapangan kerja baru bagi penduduk lokal.

•     Menghidupkan gairah kegiatan ekonomi kawasan agrowisata dan sekitarnya.

•     Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya lokal.

c.   Pengembangan kawasan agrowisata harus mampu melindungi sumber daya dan kekayaan alam, nilai-nilai budaya dan sejarah setempat. Pengembangan kawasan agrowisata ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar semata, tetapi harus dalam koridor melindungi dan melestarikan aset-aset yang menjadi  komoditas utama pengembangan kawasan. Penggalian terhadap nilai-nilai, lokasi, kegiatan, atraksi wisata yang unik ditujukan untuk mendorong pertumbuhan kawasan agrowisata secara berkelanjutan.

d.   Diperlukan studi dan kajian yang mendalam, berulang (repetitive) dan melibatkan pihak-pihak yang relevan baik dari unsur masyarakat, swasta maupun pemerintah. Dengan demikian diharapkan perencanaan & pengembangan kawasan semakin baik dari waktu ke waktu serta terdokumentasi dengan baik.

4.2. Ruang Lingkup/Cakupan Kawasan

Ruang Lingkup/cakupan kawasan agrowisata dapat meliputi pegunungan, lereng, lembah, perairan (sungai dan danau) sampai ke pantai dan perairan laut.

Dari segi fungsi dapat terdiri dari antara lain:

1.   Sub Sistem Lahan Budidaya

Kawasan lahan budidaya merupakan kawasan dimana produk-produk agribisnis dihasilkan. Kawasan ini dapat berupa pertanian tanaman pangan, holtikultura, perkebunan dan perikanan baik darat maupun laut. Kegiatan dalam kawasan ini antara lain pembenihan, budidaya dan pengelolaan. Pengembangan produk wisata pada sub sistem ini misalnya wisata kebun, wisata pemancingan, wisata pendidikan, wisata boga di saung, penginapan saung, dan sebagainya.

2.   Sub Sistem Pengolahan & Pemasaran

Pengolahan produk-produk agribisnis dapat dilakukan di kawasan terpisah dengan kawasan lahan budidaya. Kawasan ini dapat terdiri dari kawasan industri pengolahan dan pemasaran baik bahan pangan maupun produk kerajinan. Standardisasi dan pengemasan dapat juga dilakukan di kawasan ini sebelum produk-produk agribisnis siap dipasarkan. Wisata belanja, wisata boga atau pun wisata pendidikan dapat dikembangkan pada sub sistem ini.

Gambar  2. Siklus Berkesinambungan Dalam Pengembangan Kawasan Agrowisata
3.      Sub Sistem Prasarana & Fasilitas Umum

Sub sistem ini merupakan sub sistem pendukung kawasan agrowisata. Prasarana dan Fasilitas Umum dapat terdiri dari pasar, kawasan perdagangan, transportasi dan akomodasi, fasilitas kesehatan serta layanan-layanan umum lainnya. Pengembangan fasilitas ini harus memperhatikan karakter dan nilai-nilai lokal tanpa meninggalkan unsur-unsur keamanan dan kenyamanan peminat agrowisata.

4.4. Interaksi antar Sub Sistem

Interaksi antar kawasan harus memperoleh perhatian yang serius misalnya kawasan cagar budaya, cagar alam, kawasan pemukiman dan kawasan sentra industri. Interaksi keseluruhan kawasan harus mampu mendukung pengembangan industri wisata secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan kesadaran kolektif yang kuat sesuai dengan semangat pelayanan untuk pengembangan industri agrowisata.

a.   Cakupan Sektor Agrowisata

Pengembangan kawasan agrowisata dapat dilakukan sesuai dengan potensi yang dapat dikembangkan di daerah. Hal ini perlu mempertimbangkan antara agroklimat, kesesuaian lahan, budaya agro yang sudah berkembang, potensi pengembangan dan kemungkinan-kemungkinan produk-produk turunan yang dapat dikembangkan di masa depan.

Berkaitan dengan sektor agribisnis yang dapat dikembangkan, tipologinya dapat terdiri atas: usaha pertanian tanaman pangan dan hortikultura, usaha perkebunan, usaha peternakan, usaha perikanan darat, usaha perikanan laut, dan kawasan hutan wisata konservasi alam.

Pengembangan kawasan agrowisata dimungkinkan untuk dilakukan secara lintas sektor. Kreativitas dan inovasi dalam pengembangan produk-produk wisata dan membidik celah pasar merupakan sesuatu yang sangat penting.

Pengembangan kawasan agrowisata secara lintas sektoral ini harus direncanakan dan dikemas secara terpadu dengan memperhatikan aksesibilitas, kemudahan dan ketersedian berbagai fasilitas dan layanan. Semakin banyaknya pilihan produk wisata dalam suatu kawasan memungkinkan kawasan agrowisata semakin menarik.

b.   Tipologi Kawasan Agrowisata

Kawasan agrowisata memiliki tipologi kawasan sesuai klasifikasi usaha pertanian dan agribisnisnya masing-masing. Adapun tipologi kawasan agrowisata tersebut dalam Tabel 1 dibawah ini, sebagai berikut:

c.   Infrastruktur

Infrastruktur penunjang diarahkan untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata sebagai sebuah kesatuan kawasan yang antara lain meliputi:

1.   Dukungan fasilitas sarana & prasarana yang menunjang kegiatan agrowisata yang mengedepankan kekhasan lokal dan alami tetapi mampu memberikan kemudahan, kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan. Fasilitas ini dapat berupa fasilitas transportasi & akomodasi, telekomunikasi, maupun fasilitas lain yang dikembangkan sesuai dengan jenis agrowisata yang dikembangkan.

2.   Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem kegiatan agribisnis primer terutama untuk mendukung kerberlanjutan kegiatan agribisnis primer, seperti: bibit, benih, mesin dan peralatan pertanian, pupuk, pestisida, obat/vaksin ternak dan lain-lain. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa:

a.   Jalan

b.   Sarana Transportasi.

c.   Pergudangan Sarana Produksi Pertanian

d.   Fasilitas Bimbingan dan Penyuluhan, pendidikan dan pelatihan.

e.   Fasilitas lain yang diperlukan

3.   Dukungan sarana dan prasarana untuk menunjang subsistem usaha tani/ pertanian primer (on-farm agribusiness) untuk peningkatan produksi dan keberlanjutan (sustainability) usaha budi-daya pertanian: tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan. Jenis sarana dan prasarana ini antara lain:

a.   Jalan-jalan pertanian antar kawasan.

b.   Sarana air baku melalui pembuatan sarana irigasi untuk mengairi dan menyirami lahan pertanian.

c.   Dermaga, tempat pendaratan kapal penangkap ikan, dan tambatan perahu pada kawasan budi daya perikanan tangkapan, baik di danau ataupun di laut.

d.   Sub terminal agribisnis & terminal agribisnis.

4.   Infrastruktur yang tepat guna, yang dimaksud infrastruktur yang dibangun baik jenis maupun bentuk bangunan harus dirancang sedemikian rupa tanpa melakukan eksploitasi yang berlebihan dan menimbulkan dampak yang seminimal mungkin pada lingkungan sekitarnya. Teknologi yang digunakan dapat bervariasi dan sebaiknya jenis teknologi harus disesuaikan dengan kondisi setempat.

5.   Biro perjalanan wisata sebagai pemberi informasi dan sekaligus mempromosikan pariwisata, meskipun mereka lebih banyak bekerja dalam usaha menjual tiket dibandingkan memasarkan paket wisata.

d. Kelembagaan

1)   Lingkup pedoman kelembagaan adalah suatu ketentuan berupa sistem pengelolaan yang menjembatani berbagai kepentingan antara instansi terkait atau disebut protokol

2)   Protokol diarahkan kepada pengaturan hubungan antara pemangku kepentingan dan antar tingkat pemerintahan baik di pusat maupun daerah

3)   Sesuai dengan kondisi daerah dan jenis agrowisata yang dikembangkan, pihak-pihak stakeholders yang berkepentingan dan terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pengembangan kawasan agrowisata ini antara lain:

a.   Kantor Kementerian Pariwisata & Persenibud

b.   Dinas Pariwisata dan Persenibud

c.   Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah

d.   Dinas Pertanian

e.   Dinas Kelautan dan Perikanan

f.    Dinas Perdagangan dan Perindustrian

g.   Dinas Perhubungan

h.   Dinas Kehutanan dan Perkebunan

i.    Kanwil Pertanahan Nasional

j.    TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah)

k.   Pemerintah Daerah Tingkat I

l.    Pemerintah Daerah Tingkat II kabupaten/kota

m. Dunia Usaha dan Masyarakat

n.   Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

o.   Perguruan Tinggi

p.   Dan Lain-Lain.

Tabel 1.  Tipologi Kawasan Agrowisata

No Sub-sektor Usaha Pertanian Tipologi Kawasan Persyaratan Agroklimat
1 Tanaman Pangan dan Hortikultura

.

Dataran rendah dan dataran tinggi, dengan tekstur lahan yang datar, memiliki sarana pengairan (irigasi) atau sumber air yang memadai. Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, tekstur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah
2 Perkebunan Dataran tinggi, tekstur lahan berbukit, tanaman tahunan, memiliki keindahan alam, dekat dengan kawasan konservasi alam. Harus sesuai dengan jenis komoditi yang dikembangkan seperti ketinggian lahan, jenis tanah, testur lahan, iklim, dan tingkat keasaman tanah.
3 Peternakan Dekat kawasan pertanian,

perkebunan dan kehutanan,

dengan sistem sanitasi yang

memadai.

Lokasi tidak boleh berada

dipermukiman & memperhatikan

aspek adaptasi

lingkungan.

4 Perikanan

darat

Terletak pada kolam perikanan darat, tambak, danau alam dan danau buatan, daerah aliran sungai baik dalam bentuk keramba maupun tangkapan alam. Memperhatikan aspek

keseimbangan ekologi dan

tidak merusak ekosistem

lingkungan yang ada.

5 Perikanan

laut

Daerah pesisir pantai hingga lautan dalam hingga batas wilayah zona ekonomi ekslusif perairan NKRI. Memperhatikan aspek keseimbangan ekologi dan tidak merusak ekosistem lingkungan yang ada.
6 Hutan wisata

konservasi

alam (Kebun

Raya)

Kawasan hutan lindung dikawasan

tanah milik negara, kawasan ini bia-sanya berbatasan langsung dengan kawasan lahan pertanian dan perkebunan dengan tanda batas wilayah yang jelas.

Sesuai dengan karakteristik

lingkungan alam wilayah

konservasi hutan setempat.

Lembaga-lembaga tersebut diatas seharusnya bertanggung jawab dalam perencanaan dan pengembangan agrowisata, berkaitan dengan penyediaan berbagai infrastruktur yang diperlukan. Pengalokasian akses seperti akses informasi, komunikasi dan transportasi menjadi tanggung jawab sektor publik. Tetapi dalam implementasinya, sektor publik berkonsentrasi pada perangkat keras, dari aksesakses tersebut, sedangkan perangkat lunak dan pengoperasiannya dapat dilakukan tidak hanya oleh sektor publik tetapi juga sektor swasta, terutama para pengusaha yang relevan dengan masing-masing akses tersebut. Pembangunan pusat-pusat informasi menjadi sangat krusial untuk memacu pengembangan agrowisata pada umumnya. Hal ini karena kegiatan pariwisata merupakan salah satu produk unggulan non migas bagi penerimaan daerah. Disamping itu pemda dan sektor yang relevan bertanggungjawab terhadap perlindungan dan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup di lokasi. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan agrowisata harus ada kegiatan pemantauan yang dilakukan pemda. Untuk itu perlu ada instrumen yang jelas dan terukur agar monitoring kegiatan agrowisata dapat dilakukan secara optimal.

Swasta dalam pengembangan agrowisata (perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, perguruan tinggi, dunia usaha dan masyarakat) diharapkan mempunyai peran yang sangat besar dalam pengembangan pariwisata. Swasta justru lebih berperan dalam pelaksanaan kegiatan agrowisata terutama pemasaran, penyediaan jasa dan opersional kegiatan, disini karena peran swasta melengkapi sektor publik. Oleh karena itu kedua stakeholder tersebut harus bekerjasama dan berkoordinasi agar kegiatan agrowisata dapat berjalan baik.

Dunia usaha dan masyarakat sesuai dengan prinsip agrowisata, keterlibatan dunia usaha dan masyarakat setempat sangat penting dan mutlak diperlukan. Kegiatan ini harus mengakomodasi dan terintegrasi dengan budaya local serta harus memberikan manfaat ekonomi dalam kehidupan masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu diupayakan peningkatan ketrampilan melalui pendidikan latihan agar kesempatan dan kemampuan masyarakat dapat memberikan peran yang lebih besar dalam kegiatan agrowisata.

Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder terkait dalam pengusahaan agrowsisata sangat penting dan menjadi faktor kunci keberhasilan dalam pengembangan agrowisata. Kerjasama dan koordinasi antar berbagai stakeholder dapat bervariasi, mulai dari informasi sampai dengan bentuk kerjasama yang legal dan formal. Sedangkan areal kerjasama juga sangat luas meliputi semua proses pengembangan agrowisata, mulai dari perencanaan seperti penetapan lokasi kawasan, pelaksanaan kegiatan termasuk operasional sampai kepada pemantauan kegiatan agar dapat dicapai sasaran secara berkelanjutan dengan memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat setempat khususnya, sebagaimana konsep pengembangan kawasan agrowisata (Gambar 3).

Gambar  3. Konsep Pengembangan Kawasan Agrowisata

5.  Manajemen Pengembangan Kawasan Agrowisata

Pengembangan Agrowisata berbasis kawasan merupakan pengembangan kawasan yang tumbuh dan berkembang dengan memadukan berbagai kelebihan dan keuntungan agribisnis dengan kegiatan wisata secara berkelanjutan. Hal ini memerlukan rencana pengembangan yang menyentuh hal-hal yang paling mendasar baik dari sisi penataan wilayah dan kawasan, pengelolaan sumber daya lokal (baik alam, penduduk, ekonomi, sosial maupun budaya). Penetapan dan pengembangan kawasan agrowisata dapat dilakukan pada beberapa kawasan secara terpadu seperti kawasan sentra produksi pertanian dengan kawasan danau dan sungai. Dengan demikian kawasan agrowisata bukanlah kawasan yang secara khusus diperuntukkan bagi industri wisata, melainkan dapat saja berupa kawasan lain dengan memberikan pengembangan fasilitas, kegiatan serta promosi wisata.

Strategi dan arah kebijakan pengembangan kawasan agrowisata sekurangkurang dilakukan dengan beberapa tahapan berikut ini:

1.   Adanya pedoman pengelolaan ruang kawasan agrowisata sebagai bagian dari RTRWN, yang berupa strategi pola pengembangan kawasan agrowisata tersebut.

2.   Penetapan kawasan agrowisata dilakukan berdasarkan studi kelayakan yang secara mendasar mempertimbangkan kelayakan ekologis, kelayakan ekonomis, kelayakan teknis (agroklimat, kesesuaian lahan, dll), dan kelayakan sosial budaya.

3.   Pengembangan Kawasan Agrowisata harus melalui tahapan-tahapan yang jelas dan terarah. Tahapan-tahapan tersebut antara lain:

a.   Persiapan Kawasan Agrowisata

Merupakan rencana pengembangan jangka pendek antara 0 -1 tahun.

Kawasan ini merupakan daerah potensi pengembangan yang diidentifikasi memiliki potensi yang layak dikembangkan karena kekayaan alamnya dan topologinya, peruntukan maupun sosial budaya. Kawasan ini dapat juga berupa kawasan yang diarahkan untuk kawasan agrowisata, misalnya kawasan bantaran sungai atau danau yang akan direhabilitasi. Melalui pengembangan fasilitas yang mendukung, daerah ini dapat dikembangkan sebagai kawasan agrowisata.

b.   Pra Kawasan Agrowisata

Merupakan rencana pengembangan jangka menengah 1 – 5 tahun, dimana kawasan mulai dikembangkan sesuai dengan arah perencanaan dan pengembangan. Pada tahap ini kawasan sudah mulai berkembang dan kegiatan agrowisata sudah mulai berjalan. Hal ini dapat dicirikan dengan adanya kesadaran yang mulai tumbuh di masyarakat tentang pengembangan kawasan agrowisata di daerahnya serta kegiatan agribisnis dan agrowisata yang berjalan bersama secara serasi. Kegiatan pengembangan sumber daya manusia dan lingkungan pada tahap ini harus dilakukan secara intensif, untuk mempersiapkan sebuah kawasan dengan kesadaran agrowisata.

c.   Tahap Kawasan Agrowisata

Pada tahap ini kawasan sudah mapan sebagai kawasan agrowisata. Pada tahapan ini kawasan agrowisata sudah berkembang dan memiliki ciri-ciri seperti: optimalisasi sumberdaya alam; adanya pusat-pusat kegiatan wisata terpadu dengan berbagai kegiatan budidaya, pengolahan dan pemasaran; minimalnya dampak lingkungan yang terjadi; pemberdayaan masyarakat lokal, seni, sosial dan budaya.

4.   Pengembangan kawasan agrowisata dalam jangka panjang berorientasi pada pelestarian daya dukung lingkungan dan sumber daya alam. Hal ini menuntut pola agribisnis yang dikembangkan benar-benar sesuai dengan karakter dan kesesuaian lahan, memiliki dampak lingkungan minimal (misalnya tidak diperkenankan penggunaan pestisida secara berlebihan atau aplikasi pestisida organik yang aman secara ekologis). Berbagai kebijakan, program, prosedur dan petunjuk pelaksanaan harus dirumuskan secara lebih rinci dengan melibatkan berbagai pihak terkait.

5. Pengembangan kawasan agrowisata diharapkan mampu memelihara dan bahkan memperbaiki daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan dalam jangka panjang. Upaya-upaya pelestarian flora dan fauna yang mulai langka diharapkan dapat dilakukan dan memberikan nilai ekonomi bagi pelaku usaha agrowisata misalnya dengan mengembangkan kawasan budidaya tanaman obat atau tanaman pangan yang sudah mulai jarang dikonsumsi pada masyarakat modern. Hal ini dapat juga dilakukan pada bidang peternakan dan perikanan.

6.   Manfaat Pengembangan agrowisata (warta penelitian dan pengembangan pertanian vol 24 no, 1, 2002). Pengembangan agrowisata sesuai dengan kapabilitas, tipologi, dan fungsi ekologis lahan akan berpengaruh langsung terhadap kelestarian sumberdaya lahan dan pendapatan petani dan masyarakat sekitarnya. Kegiatan ini secara tidak langsung meningkatkan persepsi positif petani serta masyarakat di sekitarnya akan arti pentingnya pelestarian sumberdaya lahan pertanian. Pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat pedesaan, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat saat ini. Manfaat yang dapat diperoleh dari agrowisata antara lain adalah melestarikan sumberdaya alam, melestarikan teknologi local dan meningkatkan pendapatan petani/masyarakat sekitar lokasi wisata.

a. Arah Pengembangan

Arah & strategi pengembangan Kawasan Agrowisata harus bertumpu pada kekuatan dan potensi lokal dan berorientasi pasar. Pertumbuhan pasar agrowisata dan ekowisata cukup tinggi di seluruh dunia. Diperlukan kreativitas dan inovasi untuk mengemas dan memasarkan produk-produk unggulan agrowisata dengan menjual keaslian, kekhasan dan ke-lokalan yang ada di kawasan agrowisata. Hal ini dapat dikombinasikan dengan produk-produk yang lebih umum seperti pengembangan wisata petualangan, perkemahan, pengembangan fasilitas hiking/tracking, pemancingan, wisata boga, wisata budaya dan lain-lain sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Selain itu, harus diberikan kemudahan dan dukungan melalui penyediaan sarana & prasarana yang menunjang baik dari sisi budidaya, pengolahan pasca panen maupun infrastruktur dan fasilitas lain seperti promosi, transportasi dan akomodasi dan pemasaran yang terpadu harus dilakukan oleh pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

Arah pengembangan kawasan agrowisata harus mampu menyentuh komponen-komponen kawasan secara mendasar. Hal ini antara lain meliputi:

a.   Pemberdayaan masyarakat pelaku agrowisata

b.   Pengembangan pusat-pusat kegiatan wisata sebagai titik pertumbuhan.

c.   Pengembangan sarana dan prasarana yang menunjang.

d.   Adanya keterpaduan antar kawasan yang mendukung upaya peningkatan dan pelestarian daya dukung lingkungan serta sosial dan budaya setempat.

e.   Adanya keterpaduan kawasan agrowisata dengan rencana tata ruang wilayah daerah dan nasional.

b. Kordinasi Kelembagaan

Kegiatan perencanaan, pengembangan dan pelaksanaan kawasan agrowisata memerlukan koordinasi antara lembaga terkait dalam pelaksanaan di lapangan dengan membentuk tim teknis pokja tata ruang kawasan agrowisata lintas departemen/sektor terkait.

Bentuk pelaksanaan tugas koordinasi berbentuk:

(1). Pembagian Tugas

Di tingkat pusat dan nasional dilaksanakan melalui BKTRN (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional), ditingkat propinsi dan kabupaten/kota melalui TKPRD (Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah) di tingkat I dan tingkat II.

(2). Fungsi Pengawasan

BKTRN, TKPRD tingkat I dan TKPRD tingkat II bertugas untuk melakukan pengawasan dan memantau di lapangan, apakah terjadi penyimpangan, pelanggaran, pengrusakan, dan konversi lahan yang telah diperuntukkan sebagai kawasan agrowisata. Selain itu akan selalu memantau perkembangan yang terjadi serta kebijakan dan keputusan yang dibuat oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan departemen teknis yang terkait dengan tata ruang dan pemanfaatan ruang kawasan agrowisata, konversi lahan serta koordinasi teknis di tingkat pelaksanaan.

(3). Penertiban

BKTRN, TKPRD tingkat I dan TKPRD tingkat II akan melakukan penertiban berdasarkan hasil temuan dilapangan sesuai dengan fungsi, tugas, dan kewenangan. Penertiban dalam bentuk memo dinas internal lintas departemen dan rekomendasi tindakan hukum ke instansi penegakkan hukum terkait (Kejaksaan dan Kepolisian).

c. Peran Serta Masyarakat

1. Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi sebagai center of excellence akan menjadi mitra pemerintah baik ditingkat pusat maupun daerah dalam pengembangan riset di berbagai bidang termasuk dalam pengembangan agrowisata ini baik yang berkaitan dengan budidaya pertanian, peternakan, perikanan dan pengembangan wisata. Studi, Penelitian & Pengembangan maupun konsultansi diharapkan dapat dilakukan secara berkelanjutan.

2. Lembaga Swadaya Masyarakat

Lembaga swadaya masyarakat memiliki cukup banyak data dan informasi yang dapat dijadikan referensi dan bahan-bahan penunjang untuk perencanaan dan pengembangan agrowisata. Masyarakat, LSM dan Pemerintah diharapkan memiliki interaksi yang konstruktif untuk pengembangan agrowisata. Fungsi LSM antara lain dapat berperan untuk:

a.   Memberikan fungsi kontrol & pengawasan terhadap program-program pemerintah khususnya tata ruang kawasan agrowisata.

b.   LSM akan memberikan masukan, kritik dan saran atas pedoman tata ruang kawasan agrowisata yang ada dan sedang berjalan, sehingga diharapkan akan memberikan feed back yang baik untuk perbaikan di masa yang akan datang.

3. Masyarakat dan dunia usaha

Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang perlu terus didorong keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dengan pendekatan community driven planning, dengan pendekatan ini diharapkan:

a.   Terciptanya kesadaran, kesepakatan dan ketaatan masyarakat dan dunia usaha terhadap aturan tata ruang kawasan agrowisata dan sarana-sarana pendukungnya.

b.   Masyarakat dan dunia usaha ikut merencanakan, menggerakkan, melaksanakan dan juga mengontrol pelaksanaan program agrowisata dan penataan ruang kawasannya.

c.   Adanya kesadaran hukum dan budaya masyarakat akan pentingnya tata ruang kawasan agrowisata, sehingga masyarakat dan dunia usaha selalu berkoordinasi dan berhubungan dengan instansi pemerintah terkait jika melakukan kegiatan yang berkaitan dan berhubungan dengan usaha agribisnis dan agrowisata.

d.   Meningkatkan legitimasi program pembangunan kawasan agrowisata.

e.   Masyarakat dan dunia usaha menjadi pelaku langsung dan obyek dari program pengembangan kawasan agrowisata baik sebagai investor, tenaga pertanian maupun tenaga wisata.

d. Indikator Keberhasilan

Pedoman pengelolaan kawasan agrowisata bisa dinyatakan berhasil apabila dalam implementasi lapangan terjadi:

1)   Munculnya berbagai kawasan agrowisata yang mampu memberikan multi-effect secara positif baik dari sisi ekologi & lingkungan, ekonomi maupun sosial budaya.

2)   Masuknya investasi sektor swasta baik PMA maupun PMDN ke kawasan agrowisata.

3)   Tumbuhnya paradigma baru di jajaran departemen teknis terkait dan pemerintah daerah, dimana dalam pengembangan kawasan agrowisata, akan selalu merujuk pada RTRWN, RTRW, peraturan dan pedoman terkait.

4)   Pedoman pengelolaan ruang agrowisata nasional dan daerah ini tersosialisasi dengan baik kepada semua pihak yang berkepentingan

5)   Tidak terjadi konversi lahan pertanian maupun lahan konservasi alam yang menyalahi ketentuan RTRWN dan RTRW secara signifikan yang berkaitan dengan rencana pengembangan kawasan agrowisata di suatu wilayah.

6)   Tidak terjadi benturan dan kesimpangsiuran di tingkat teknis atas model pengelolaan ruang dan kawasan suatu wilayah.

e. Pemberdayaan Masyarakat

Pembinaan dan sosialisasi ditujukan kepada para masyarakat dan dunia usaha yang menjadi subjek dan objek dari pengembangan kawasan agrowisata, tolok ukur keberhasilannya adalah:

1)   Masyarakat dan dunia usaha yang terlibat sebagai pelaku dalam program pengembangan dan pengelolaan kawasan agrowisata sepenuhnya mengerti, mentaati, mematuhi dan berperan serta aktif dalam penegakan rambu-rambu dan etika pengembangan agrowisata.

2)   Meningkatnya tingkat kesejahteraan sosial masyarakat di kawasan agrowisata dan sekitarnya.

3)   Berkembangnya usaha berbasis agribisnis dan agroindustri, baik dalam skala kecil, menengah dan besar yang juga berorientasi pada insdustri wisata di kawasan agrowisata.

4)   Tidak terjadi konversi lahan kawasan agrowisata secara tidak terkendali yang dapat merusak ekologi dan lingkungan.

TELADAN  1.

PENGEMBANGAN WISATA AGRO

KOTA BATU , JAWA TIMUR

Latar Belakang

Kota Batu adalah salah satu wilayah yang pada tahun 2001 menjadi daerah otonom. terpisah dari wilayah pemerintah Kabupaten Malang. Sebagai Kota Otonom yang baru, perlu segera disusun Kebijakan, Strategi dan Program-progam pembangunan berdasarkan potensi dan peluangnya. Wilayah Batu sangat potensial disektor pertanian, khususnya holtikultura, potensi tersebut merupakan peluang untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata agro. Salah satu kendala dalam mengembangkan kawasan Wisata Agro adalah terbatasnya prasarana dan sarana dasar pelayanan kota yang masih dibawah kebutuhan nyata. Penataan dan pengembangan kawasan Wisata Agro diharapkan wilayah Batu menjadi kawasan cepat tumbuh (Rapid Growth Area), yakni mampu mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat, disisi lain kerusakan lingkungan hutan menjadi masalah yang harus segera dikendalikan.

Sasaran:

•     Memberikan pelayanan prima pada masyarakat kota Batu khususnya pada insan wisata maupun wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu.

•     Menata dan mengembangkan sektor unggulan obyek wisata agro dan sektor pendukungnya.

Terminologi Perkotaan:

1.   PERKOTAAN adalah wilayah yang berfungsi sebagai pusat pelayanan berbagai jasa dan barang.

2.   PRASARANA (infrastruktur) adalah jaringan/aset fisik yang membentuk struktur untuk pelayanan sarana yang berpola sistem (tidak langsung di nikmati).

3.   SARANA adalah produk atau jasa fasilitas yang diciptakan oleh prasarana.·

4.   LAYANAN JASA adalah kegiatan manusia dalam bentuk kinerja hasil manajemen yang langsung dinikmati pengguna jasa.

5.   FASILITAS adalah kemudahan yang diciptakan oleh prasarana, sarana dan layanan hasil.

6.   UTILITAS adalah produk yang dimanfaatkan langsung oleh penggura jasa.

7.   WISATA AGRO adalah bidang singgung antara sektor pertanian dengan sektor pariwisata, khusus pemanfaatan sumberdaya pertanian/ hutan untuk kepariwisataan.

Masalah Dan Prospek Pengembangan Kota Batu:

Beberapa masalah pokok di Kota Batu, Antara lain:

• Kerusakan lingkungan hutan dan lingkungan sumbr daya air

• Kesulitan air bersih.

• Jalan belum belum beraspal dan lalu-lintas –

• Peaduduk setengah pengangguran.

• Kebersihan dan pertamanan Kota

• Penataan Kota

Karakteristik Kota Batu, adalah :

• Sumberdaya alam dimanfaatkan untuk pertanian dan hutan.

• Nuansa pegunungan dengan udara sejuk dan pemandangan indah.

• Masyarakat Inovatif.

Prospek Pengembangan Kota Batu:-

• Sentra roduksi Holtikultura dan bunga.

• Kawasan Kota agro.

Visi Dan Misi Kota Batu

• Visi Kota Batu: KOTA WISATA AGRO 2020

• Misi Kota Batu:

Ö   Memberikan Pelayanan Prima.

Ö   Mengembangkan Sektor Unggulan, khususnya Pertanian, Agroindustri dan Agrowisata.

Ö   Meningkatkan Kualitas SDM.

Ö   Membangun Prasarana dan Sarana Kota.

Ö   Mengendalikan Kawasan Lindung.

Ö   Menata Ruangan Kota Batu.

Arah Dan Kebijakan Strategi Pembangunan Kota Batu

Arah Kebijkan Umum Pembangunan Kota Batu:

1.   Memenuhi kebutuhan pelayanan dasar masyarakat (Basic Services), seperti  Kebutuhan air bersih, Tranportasi kota,Pendidikan latihan kerja.

2.   Mengembangkan sektor unggulan daerah (Core Comptetence)

Dasar Pertimbangan Penataan Kota Batu:

• Pertimbangan Spasial (Ruang) mengarah pada terbentuknya sistem·

• Pertimbangan Struktural mengarah pada hiraki fungsi jaringan.·

• Pertimbangan Fungsional mengarah pada tingkat pelayanan.

Rencana Umum Tata Ruang Kota Batu:

1. Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK)·

•     BWK I meliputi: Kel. Sisir, Kel. Temas, Kel. Ngaglik, Kel. Songgokerto, Sebag. Ds. Oro-oro Ombo, Sebag. Ds. Pandanrejo·

•     BWK II meliputi: Desa Junrejo, Desa Tlekung, Desa Dadaprejo, Desa Mojorejo, Desa Pendem, Desa Torongrejo, Sebag Ds. Oro-oro Ombo·

•     BWK III meliputi:Desa Bumiaji, Desa Bulukerto, Desa Girippurno, Sebag. Ds. Pandanrejo·

•     BWK IV meliputi Desa Punten, Desa Sidomulyo, Desa Sumberejo, Desa Gunungsari, Desa Tulungrejo, Desa Sumbergondo2.

2. Tata Jenjang Pusat Pelayanan Kota

• Pusat pelayanan Kota Batu (BWK I)-

Ö Orientasi kegiatan terpusat di BWK III-

Ö Pusat Pemerintahan- Central Business District-

Ö Pusat Pelayanan Sosial ·

• Sub Pusat Kota-

Ö BWK I Pusat BWK Kelurahan Sisir-

Ö BWK II Pusat BWK Desa Junrejo-

Ö BWK III Pusat BWK Desa Bumiaji-

Ö BWK IV Pusat BWK Desa Punten


Strategi Pengembangan Kota Batu:

1. Model Pengembangan Wilayah

Pemanfaatan dan pengolahan sumberdaya alam di Kota Batu secara optimal akan menjadikan wilayah Kota Batu sebagai Kawasan Wisata agro Cepat Tumbuh (Rapid Growth Resort), dan dalam upaya mewujudkan Kawasan Cepat Tumbuh, maka di gunakan model pengembangan wilayah berkelanjutan, sebagai berikut :

• GROWTH CENTER adalah Kawasan Pusat pertumbuhan diharapkan mendorong perkembangan kawasan di sekelilingnya (hinterland) yaitu efek rembesan kebawah (trickle down effect). Karakter Kawasan Pusat Pertumbuhan, yaitu .-

Ö Central Businees District-

Ö Pusat Pemerintahan-

Ö Pusat Pelayaan Sosial-

Ö Kawasan Permukiman Padat.

• AGROPOLITAN DISTRICT adalah penyediaan fasilitas pelayanan perkotaan pada kawasan pertanian / pedesaan, karakter. Agropolitan District yaitu :-

Ö Sentra Produksi Pertanian –

Ö Agroindustri-

Ö Agribisnis –

Ö Wisata Agro.

• ZONA KONTROL KETAT adalah Kawasan Lindung Muilak dan Lindung Terbatas.

2. Langkah-langkah Penataan dan Pengembangan Wisata Agro.

Beberapa langkah Penataan – Pengembangan Wisata Agro di Wilayah Kota Batu, sebagai berikut :

• Menginventarisasi / Identifikasi Obyek Wisata Agro·

• Menentukan Jenis Obyek Wisata Agro-

Ö Wisata Kebun Sayur-

Ö Wisata Kebun Bunga-

Ö Wisata Kebun Buah-

Ö Wisata Kebun Obat-

Ö Wisata Tanaman Padi Organik-

Ö Wisata Gunung-Hutan-

Ö Wisata Ternak Sapi Perah.

• Menentukan Batas Cakupan Pelayannan·

• Menentukan Model Penataan Pengembangan Kawasan Wisata Agro-

Ö Kemasan Obyek Wisata Agro-

Ö Pengelolaan Kawasan Wisata Agro-

Ö Fasilitas Kawasan Wisata Agro.

• Menentukan Pusat Wisata Agro·

• Merencanakan Program / Proyek Terpadu Pengembangan Kawasan Wisata Agro.

Rencana Pengembangan Kawasan Wisata Bunga Sidomulyo

(contoh)

KEGIATAN WISATA AGRO DI KOTA BATU

Kegiatan wisata dengan mengunjungi objek-objek pertanian sekaligus menikmati suasana pedesaan, udara sejuk pegunungan, hamparan hijau dedaunan, akhir-akhir ini semakin diminati oleh para wisatawan khususnya orang-orang kota. Agrowisata di keun apel secara profesional dirintis sejak tahun 1991 di Nongkojajar, Pasuruan di bawah pembinaan Balai Benih Induk Hortikultura Nongkojajar. Selanjutnya, diikuti daerah-daerah sentra apel lain (Batu: Kusumo

Agro).

Agrowisata di Nongkojajar sebenarnya tidak hanya tanaman apel, tetapi juga tanaman buah-buahan lainnya (jeruk dan durian). Agrowisata di Nongkojajar yang lebih berkembang adalah agrowisata apel, karena tanaman apel tidak mengenal musim, ada setiap saat. Agrowisata di Nongkojajar beranggotakan 40 petani apel, namun saat ini (1995) yang aktif dalam kegiatan agrowisata sebanyak 10 petani (kelompok tani Kresna) dengan luas lahan sekitar 50 ha yang berlokasi ditepi jalan beraspal. Kegiatan agrowisata biasanya ramai pada hari-hari libur karena para wisatawan datang secara rombongan atau satu keluarga. Untuk masuk kebun dikenakan biaya Rp. 1.500,00/orang dan dapam memakan buah apel sepuasnya. Apabila memetik buah apel untuk dibawa pulang dikenakan harga Rp. 2.500,00/ kg. Agar kegiatan agrowisata ini tidak merusak pertamanan apel, peranan pemandu sangat penting untuk memperhatikan petunjuk-petunjuk cara memetik buah apel yang baik.

(Dikutip dari: R. Bambang Soelarso, Ir., Budidaya Apel, Kanisius, 1996, halaman 67-68).

Sumber: Kepala Bappeko Batu-Malang, Propinsi Jawa Timur, Makalah pada Diskusi Strategi Pengembangan Kawasan Strategis dan Cepat Tumbuh, Bappenas, 2001).

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN URAIAN KEGIATAN
RENCANA PENATAAN KAWASAN RENCANA PENATAAN RUANG

KAWASAN SIDOMULYO

PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR DAN UTILITAS

* PERBAIKAN JALAN / GANG
  • PEMBANGUNAN DRAINASE DAN SANITASI
  • PEMBANGUNAN PEDESTRIAN
  • FASILITAS PERSAMPAHAN DAN LAMPU JALAN
  • FASILITAS PARKIR
FASILITAS UMUM DAN SOSIAL * PENATAAN STAND BUNGA

* TPS DAN TONG SAMPAH

* TAMAN BUNGA

SEKTOR UNGGULAN * BUDIDAYA BUNGA

* SOUVENIR

* PEDAGANG BUNGA

KEMITRAAN PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL * PETANI BUNGA

* PAGUYUBAN BUNGA


KUSUMA AGROWISATA

SEKITAR tahun 1992 Kusuma Agrowisata sudah menggeluti tanaman jeruk selain tanaman apel yang menjadi unggulan pada saat itu di Kota Batu. Dengan ketekunan, ketelitian dan pengalaman selama ±15 tahun lamanya dari H. Hary Bagio, tanaman jeruk, apel dan kini juga mengembangkan strawberry, dapat terlihat di lahan perkebunan Kusuma Agrowisata. Jenis-jenis jeruk di Kusuma Agrowisata ada 3 macam, yaitu: jeruk Jova, jeruk Groovery (tanpa biji) dan jeruk Keprok Punten. Untuk jeruk jenis Jova spesifiknya hanya berada di daerah Jawa Timur. “Karena buah yang asalnya dari lembah Jova, Palestina itu dibawa sendiri oleh Pak Harjito dan buah ini masih ada juga di daerah Selokerto, Dau”, ungkap Hary Bagio. Sebenarnya Kusuma Agrowisata pernah mengembangkan jeruk jenis Nambangan atau dikenal jeruk Pamelo, namun tidak cocok dikarenakan tidak cocok ketinggiannya sehingga buah tersebut memiliki rasa getir. Menurut Hary Bagio, prinsip dasar untuk budidaya tanaman jeruk adalah memperhatikan agroklimatnya, seperti suhu, ketinggian tempat dan kelembaban dan juga memperhatikan karakteristik tanaman yang akan ditanam.

Untuk tanaman jeruk cocok sekali di daerah tropis dengan ketinggian, untuk jeruk Jova misalnya, adalah 200 -700 m dialas permukaan air laut. Luas areal sekitar ± 4 ha yang ada di lahan Kusuma Agrowisata, dibagi menjadi di antaranya 2 ha dialas untuk tanaman jeruk Groovery dan sedikit Valencia. Dua hektar lainnya ada dibawah dan berada di kawasan tanaman apel ditanami jeruk berumur 12 tahun. “Memang ukurannya, sudah tua. Tetapi, mereka bisa menghasilkan 60 ton setiap panennya,” jelas Hary Bagio. Total umur jeruk menurutnya sekitar 8 – 11 bulan dengan proses mulai pembuahan sampai pemanenan.Saat sebelum pembuahan perlu adanya stressing agar bisa dibuahkan setiap 6 bulan sekali di musim kemarau. Dimaksud stressing adalah tidak ada perlakuan pemupukan dan pemberian air. Pemanenan di Kusuma Agrowisata dilakukan hanya sekali dalam tiap tahun agar perawatannya mudah.

Menata wisata petik jeruk dapat dilihat dari pengaruh iklim terhadap tanaman apel. Seperti tidak adanya apel di kebun berarti juga untuk sementara waktu berhenti pula wisata petik apel karena tidak berbuah akibat pengaruh musim penghujan. Misalnya apabila pada saat ini sampai bulan Juli musimnya panen jeruk, dikarenakan 5 bulan sebelumnya hujan terus menerus mengguyur tanaman apel sehingga tidak dapat berbunga. Selain itu juga perlu adanya rotasi penanaman dengan membaginya secara blok-blok agar terjadwal pemanenannya dan sesuai waktu yang diinginkan. Pemanenan jeruk pada musimnya kalau dihitung nilai ekonomi perhitungan produksi (Takson) menurut Hary Bagio dibagi menjadi dua bagian yaitu ; bukan petik dan petik berapa. Bukan petik dipakai untuk pemenuhan produksi seperti pengolahan pangan dan di jual ke pasaran ataupun juga sampai menerima pesanan dari luar. Harga jual di pasaran untuk jeruk jenis keprok berkisar Rp 8.000/kg, jeruk Groovery Rp 6.000/kg dan Jova Rp 7.000/kg. Kelebihan produksi dimasukkan dalam petik atau lebih mudah dipahami masuk ke dalam “Paket Wisata Petik” di Kusuma Agrowisata.

Dengan kisaran hitung yang dibuat adalah ton dikonversikan ke kilogram, kemudian dengan pembagi 2-3 (orang) maka akan didapat jumlah yang dikonsumsikan. Di luar paket wisata petik, katanya; “Konsumen dapat memetik langsung di pohon sesuai yang diinginkan, kemudian dapat ditimbang untuk mengetahui total harganya.”  Konsep wisata paket di Kusuma Agrowisata mempunyai nilai plus, karena menurut Hary Bagio, konsumen sebelum masuk ke area petik memperoleh servis dengan mendapatkan minuman Welcome Drink; tinggal pilih sari apel atau juice jeruk, kemudian bisa petik langsung dengan jatah maksimum 2 buah jeruk yang bisa dikupaskan atau kupas sendiri kalau ingin langsung memakannya. Kemudian, pulangnya bisa membawa oleh-oleh seperti jenang apel, wingko apel atau sayurmayur beserta sari strawberry. “Dijamin konsumennya akan puaslah,” cetusnya. Ia menambahkan, Kusuma Agrowisata juga menerima pemesanan berbagai macam bibit, seperti: apel, jeruk dan lainnya.

(Dikutip dari: Tabloid AGRO TODAY, No. 03 Tahun 1, Mei-Juni 2003).

TELADAN 2.

AGROWISATA SALAK PONDOH DI LERENG MERAPI

Alam Indonesia menjanjikan sejuta pesona. Objek apa saja tampaknya bisa dikemas untuk menjaring wisatawan. Bukan hanya pantai, laut, pegunungan, budaya, atau peninggalan bersejarah, tapi juga kebun salak. Inilah yang sedang digarap secara intensif Pemda Sleman, Yogyakarta, di lereng Gunung Merapi. Namanya Wisata Agro Salak Pondoh (WASP). Terletak di tiga dusun (Gadung, Candi, dan Ganggong), Desa Bangunkerto, Kecamatan Turi, sebagian fasilitas agrowisata itu sudah bisa dinikmati. Kolam pemancingan misalnya, setiap hari libur selalu dipadati pengunjung. Di sisi kolam itu, berdiri tegak sebuah bangunan untuk pentas kesenian. Selebihnya adalah hamparan kebun-kebun salak, yang tampak sekali sudah tertata rapi. Gelombang turis mulai mengalir ke kawasan sejuk tersebut, terutama dari Belanda dan Jepang. “Pekan depan akan datang rombongan wanita dari negara-negara ASEAN, sekitar 100 orang,” tutur Sudibyo SU, koordinator pengembangan WASP Sleman.

Fasilitas yang belum lengkap, tidak menghalangi objek wisata ini untuk go public. Dalam setiap kesempatan Bupati Sleman, Drs. Arifin Ilyas, dengan bangga memperkenalkan wisata agro di wilayahnya. “Kami ingin Wisata Agro Salak Pondoh, menjadi tempat persinggahan para turis dalam perjalanan dari Candi Prambanan ke Candi Borobudur,” ujarnya suatu ketika.

Tekad Bupati mendapat dukungan penuh dari masyarakat yang berdiam di lokasi objek wisata itu. Sejak turis berdatangan, sebagian dari mereka sudah mulai kecipratan rejeki, antara lain dari hasil penjualan salak atau makanan lain di sekitar tempat itu. Belum lagi berkah berupa dibangunnya berbagai fasilitas penunjang, seperti jalan desa yang kini beraspal mulus. WASP diresmikan sebagai objek wisata pada tahun 1990. Nama itu dipilih karena aset utamanya adalah pembudayaan salak Pondoh. Di DI Yogyakarta, ini merupakan objek wisata baru. Dari kota gudeg itu lokasinya sekitar 23 kilometer.

Berada di ketinggian sekitar 400 – 500 meter di atas permukaan laut, suhu udara kawasan itu siang hari sekitar 22 derajat Celcius. Dalam lima tahun terakhir ini, rata-rata curah hujannya 2,392 milimeter, dengan hari hujan 92 kali per tahun.Berkunjung ke lokasi WASP, mata clan pikiran segera saja disergap suasana pedesaan yang khas. Rumah-rumah penduduk dengan halaman sangat luas, pohon salak bertebaran di setiap pojok. Di tempat-tempat tertentu, penduduk membuka kios kecil menawarkan buah salak dan makanan kecil. “Turis asing lebih suka melihat langsung ke pekarangan rumah,” tutur Sudibyo. WASP dibagi beberapa bagian. Ada zona inti seluas 17 hektar yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas tambahan, termasuk penginapan. Kolam pemancingan dan panggung pertunjukan terletak di kawasan ini. Di luar zona inti ada desa wisata seluas 60 hektar. Kawasan ini tak ubahnya sebuah dusun biasa, dengan rumah-rumah penduduk dan aktivitas kesehariannya, tapi ditata sedemikian rupa agar tampak menarik. Di desa wisata ini, turis dapat mengikuti proses budi daya salak, mulai dari cara penanaman hingga memanennya. Di luar kedua bagian itu masih ada hamparan pemukiman dan kebun buah-buahan seluas 633 hektar, yang tidak hanya menyajikan salak Pondoh.Daerah WASP mempunyai jenis tanah regosol yang berasal dari batuan Gunung Merapi. Endapan vulkaniknya tergolong muda, dengan kedalaman efektif sekitar 60-90 sentimeter.

Tanah di sini memiliki kadar pasir lebih dari 60 persen. Derajat keasamannya (pH) berkisar 5,5 sampai 7,5 (agak asam netral), dengan kemiringan 2 hingga 15 persen.Masyarasat Desa Bangunkerto umumnya menanam padi, ubi kayu, jagung, dan sayur-sayuran. Ada juga yang menanam jeruk, mangga, rambutan, pisang, duku, kokosan, nangka, langsat, dan tebu, selain salak Pondoh dan salak biasa. Pohon kelapa tumbuh di sela-sela rumah penduduk, menjulang dari kerimbunan rumpun salakRumah penduduk tergolong dalam kondisi sedang. Sebagian malahan sudah cukup bagus, terbuat dari tembok. Meski demikian, masih ada yang terbuat dari bilik bambu dengan atap rumbia. Satu-dua antena televisi menjulang di atas atap. Prasarana menuju WASP terus dibenahi. Jalan desa yang tiga tahun lalu masih berbatubatu, kini sudah berlapis aspal. Lalu lintas semakin ramai, setelah dibukanya jalur angkutan Turi-Tempel.

Turi adalah kota kecamatan di dekat kawasan wisata Kaliurang. Sedangkan Tempel terletak di jaIan raya Yogyakarta – Magelang. Makin hidupnya jalur Tempel – Turi membuat prospek WASP semakin cerah.Di masa mendatang, WASP bisa disatukan dalam paket wisata Candi Prambanan dan Borobudur. Wisatawan yang berkunjung ke Prambanan meneruskan perjalanannya ke Borobudur melalui kawasan WASP. Begitu juga turis dari Borobudur yang akan ke Prambanan. Itu sebabnya mengapa pengembangan WASP tidak mengkonsentrasikan zona inti, tapi diperluas dengan desa-desa wisata. “Kami ingin turis yang lewat sini dapat menikmati pemandangan khas,” ujar Sudibyo. Wajah dusun-dusun di sana kini sedang dipermak pagarpagar dibuat rapi, papan-papan petunjuk bertebaran di mana-mana. dan kioskios kecil dihias semarak. Sekilas tampak seperti wajah desa ketika akan menyambut kedatangan pejabat atau menjelang lomba desa. Itulah pemandangan keseharian Bangunkerto.

Upaya penataan itu direncanakan tidak merusak sendi-sendi sosial dan ekonomi masvarakat setempat. Pengembangan desa wisata akan tetap mempertahankan pola dan bentuk asli (tradisional), baik dalam tata ruang maupun penampilan arsitekturnya. Tata ruang desa disesuaikan dengan persyaratan kesehatan lingkungan, dan pemanfaatan lingkungan pekarangan dengan menanam tanaman-tanaman produktif.Pemanfaatan lahan tegalan atau ladang, tetap dikelola oleh penduduk untuk dijadikan tempat tujuan wisatawan, sebagai pendukung zona inti. Pengembangan desa-desa wisata, dimaksudkan agar dapat memperpanjang lama tinggal (length of stay). Untuk mewujudkan desa wisata ini, dibuatlah kelompok-kelompok dusun yang termasuk dalam bagian kawasan wisata agro, dengan fokus utama sebagai desa wisata buah. Rencana buah-buahan yang akan ditanam di tempat tersebut, selain salak Pondoh, adalah buah rambutan, durian, mangga, duku, petai, langsem, dan sebagainya.Menurut Sudibyo, untuk lebih meningkatkan daya tarik WASP akan dilengkapi kebun bonsai, taman anggrek, juga pasar burung. Sebuah museum mungkin dicantumkan pula dalam rencana pengembangan tempat wisata ini. “Perlu dibangun rumah makan yang menyediakan masakan untuk wisatawan domestik maupun mancanegara,” tambahnya.Dalam tahun 1993/1994 ini, lanjut Sudibyo, dinas-dinas terkait di Pemda Sleman, sudah melakukan koordinasi untuk pengembangan wisata agro.

Beberapa fasilitas penunjang mulai dibangun. Memang masih jauh dari kelengkapan fasilitas yang direncanakan.Meski demikian, beberapa biro perjalanan sudah memasukkan WASP, sebagai objek wisata yang disodorkan kepada turis asing. Terlebih bila turis tersebut merencanakan perjalanan dari Yogyakarta ke Borobudur.

(Dikutip dari: Widji Anarsis, Agribisnis Komoditas Salak, Bumi Aksara, 1999,

halaman 95-98).

sumber : http://soemarno.multiply.com